Thursday, July 14, 2011

5 Lokasi Wisata 'Harry Potter' Paling Populer


img
ist.
Jakarta - Sejak film pertamanya 'The Sorcerer's Stone' rilis pada 2001 lalu hingga sekarang, Harry Potter sukses menjadi film fantasi yang fenomenal. Film yang diadaptasi dari novel karangan J.K. Rowling ini pun telah melahirkan tempat-tempat wisata unik dan menarik yang tersebar di Amerika, London hingga Skotlandia.

Lima tempat, seperti yang dikutip dari She Knows ini bisa dibilang yang cukup terkenal dan telah/ akan menjadi destinasi wisata bagi para pencinta cerita Harry Potter. Yuk, intip seperti apa tempatnya.










1. Wizarding World of Harry Potter at Universal Studios
Orlando, Florida, Amerika Serikat



Di tempat inilah, Anda bisa merasakan langsung pengalaman di dunia sihir Harry Potter. Mulai dari memasukkan nama Anda ke Piala Api (Goblet of Fire), naik Chinese Fireball Dragon sampai masuk ke halaman Hogwarts. Selain wahana menarik tersebut, para penggemar Harry Potter juga bisa memilih tongkat sihir di toko Ollivander, mencicipi gula-gula di Honeydukes dan mencoba berbagai mainan aneh, seperti 'Telinga Terjulur' di Zonko's Joke Shop.
 2. Harry Potter: The Exhibition
New York, Amerika



Ingin melihat berbagai kostum dan properti yang digunakan saat syuting Harry Potter dan dikenakan para pemainnya? Maka Discovery Times Square di New York bisa jadi pilihan. Di sini, Anda akan dibuat takjub dengan banyaknya properti ajaib yang pernah digunakan mulai dari film pertama sampai delapan. Tidak hanya bisa melihatnya dari dekat, pengunjung juga bisa berinteraksi. Misalnya merasakan sendiri memegang quidditch di tangan.
 3. Harry Potter In Great Britain
London dan Oxford



Di mana lagi tempat yang paling tepat untuk menikmati segala sesuatu berbau Harry Potter, selain London, Inggris? Sebagian besar lokasi syuting Harry Potter memang berada di sini. Banyak agen travel yang menawarkan tur wisata ke tempat-tempat spesifik yang muncul dalam buku maupun film. Seperti Millenium Bridge yang dihancurkan para pelahap maut dalam seri 'Half-Blood Prince', atau peron 9-3/4 di Stasiun King's Cross.

Jika ingin merasakan jadi muris asrama Hogwarts, bisa menginap di salah satu hotel berbentuk Istana Hogwarts di dekat London. Mau penginapan yang lebih murah? Ada banyak tempat yang sengaja didesain seperti pub para penyihir, Leaky Cauldron.
 4. Warner Bros. Studios, Leavesden Set Tour
Hertfordshire, Inggris



Tempat ini mungkin belum dibuat, tapi sudah sangat populer di kalangan penggemar berat Harry Potter. Selama 10 tahun, syuting Harry Potter dilakukan di Leavesden Studios, Hertfordshire, Inggris. Kini setelah produksinya selesai, Warner Bros. berencana membuka studio 'The Making of Harry Potter'. Studio ini akan memberi kesempatan bagi para pencinta Harry Potter untuk melihat beberapa setting tempat syuting. Seperti kantor Dumbledore, Aula Besar Hogwarts dan rumah keluarga Dursley di Privet Drive. Studio ini akan dibuka untuk umum pada musim semi 2012.
 5. Edinburgh, Skotlandia



Selain London dan Amerika, jangan lupakan Edinburgh. Di sinilah lokasi berdirinya Sekolah Sihir Hogwarts rekaan J.K. Rowling. Edinburgh juga merupakan kota di mana Rowling menulis novel pertama Harry Potter. Anda akan diajak berwisata ke rumah petak yang jadi saksi bisu bagaimana kehidupan keras yang dijalani penulis berusia 45 tahun tersebut sebelum sukses dan terkenal. Ada pula Elephant House, kafe tempat Rowling menyusun draft untuk buku pertamanya. Edinburgh juga menjadi lokasi syuting adegan-adegan di Hogwarts Express. Banyak tempat-tempat di kota ini yang menjadi lokasi syuting Harry Potter di out door.

Credit : Wolipop

Monday, July 11, 2011

Sehari Dalam Sejarah di Berlin

Anda penikmat sejarah dan punya waktu sehari di Berlin? Berikut ini beberapa hal yang bisa Anda lakukan dengan anggaran minimum.

Oleh Sigit Adinugroho

Pada pagi hari, belilah sarapan di toko roti terdekat lalu dapatkan selai di supermarket. Atau, nikmati sarapan di warung kopi dekat tempat penginapan dengan harga € 5. Untuk air minum selama perjalanan, bawalah botol kosong untuk diisi di keran mana saja.

Berbekal peta dan panduan U-Bahn dan S-Bahn (U = unter, kereta bawah tanah) dan (S = strasse, kereta atas tanah atau “di jalan”), arahkan perjalanan Anda ke daerah Mitte di pusat Berlin. Mitte adalah distrik (bezirke) yang mengandung hampir semua atraksi yang Anda wajib kunjungi di Berlin.

Pertama-tama, turunlah di stasiun U-Bahn Bundestag untuk mengunjungi gedung parlemen Reichstag — tempat bertemunya parlemen Jerman (Bundestag). Gedung ini punya sejarah panjang: dibangun pada masa kekaisaran “Reich” tahun 1894, sempat hancur terbakar pada 1933, lalu menjadi saksi unifikasi Jerman oleh Helmut Kohl pada 1990.


Gedung parlemen Reichstag.

Sekarang, gedung ini sudah direnovasi. Atraksi utama gedung ini adalah kubah kaca di bagian atas gedung, yang merupakan anjungan pemandangan. Semua orang bisa berkunjung gratis, asalkan sudah mendaftarkan diri tiga hari sebelumnya. 

Siang hari adalah waktunya mengunjungi museum (yang umumnya tutup sore hari). 

Kunjungilah Museumsinsel — yang secara harfiah berarti “pulau museum” sebab bentuknya memang pulau. Ada lima museum tertua di sini: Altes Museum, Neues Museum, Alte Nationalgalerie, Bode Museum dan Pergamon Museum. Isinya sebagian besar adalah koleksi seni.


Pulau Museum atau Museumsinsel.

Tidak jauh dari Museumsinsel, terdapat Unter den Linden, sebuah bulevar panjang bertepikan pepohonan. Di sana banyak terdapat kios-kios yang menjual suvenir Berlin seperti kaos, cangkir dan pin.

Berjalan terus ke arah barat, Anda akan sampai ke Bradenburg Gate, salah satu simbol Eropa. Bradenburg Gate awalnya dibangun sebagai salah satu gerbang ke istana kaisar Prussia. Pada masa Jerman Timur dan Barat masih terpecah, gerbang ini menjadi saksi perbatasan karena di sekitarnya terdapat pos pemeriksaan.


Bradenburg Gate.

Mampirlah makan siang di penjual kebab terdekat. Siapkan € 5.

Setelah makan siang, sambangilah beberapa lokasi tempat tepat berdirinya Tembok Berlin dulu. Beberapa bagian tembok ini masih bisa dilihat sampai sekarang, tapi kebanyakan sudah tinggal marka di tanah, dan dilapisi tembaga. Beberapa tempat strategis: Museum Topography of Terror, Potsdamer Strasse dan Mühlenstraße (East Side Gallery) — di sini terdapat peninggalan Tembok Berlin sepanjang 1,3 km yang masih utuh. 


Bekas Tembok Berlin.

Penggalan sejarah Tembok Berlin juga dapat dilihat di Checkpoint Charlie, salah satu pos perbatasan antara Berlin Barat dan Berlin Timur yang dijaga prajurit Amerika Serikat. Jangan lupa kunjungi juga Museum Haus am Checkpoint Charlie, yang berisikan berbagai dokumentasi dan artefak soal Tembok Berlin dan kejadian di seputarnya. 


Checkpoint Charlie.

Bagi yang tertarik dengan sejarah Holocaust dan kehidupan kaum Yahudi, silakan kunjungi Memorial to the Murdered Jews of Europe, sebuah instalasi/monumen publik yang didedikasikan bagi para korban Holocaust. Neue Synagogue (turun di S-Bahn Oranienburger Strasse), tempat ibadah kaum Yahudi, juga dapat dikunjungi. Gedung ini memiliki arsitektur Moor yang mirip dengan Alhambra di Spanyol.

Beristirahatlah sebentar di warung kopi terdekat. Jika masih punya energi, Anda juga bisa menyewa sepeda untuk berkeliling. 


Fernsehturm, menara televisi tertinggi.

Ketika malam menjelang dan seluruh kota mulai diselimuti sinar lampu, itulah saatnya Anda bertandang ke Fernsehturm, menara televisi tertinggi (203 m). Naiklah ke atas anjungan pemandangan dengan membayar € 10 dan nikmati pemandangan Berlin di waktu malam.



Credit : Yahoo

Berfoto Bareng Kungfu Panda di Universal Studios

Universal Studios di Singapura bisa menjadi salah satu tujuan wisata yang memesona.
Oleh Syanne Susita 
Dengan harga S$ 66 (sekitar Rp 457 ribu) untuk hari kerja dan S$ 72 untuk akhir pekan dan hari libur, tiket Universal Studios bisa dibeli langsung di loket atau lewat Internet. Saya membeli tiket lewat Internet untuk mengantisipasi kehabisan kuota, karena jumlah pengunjung per hari memang dibatasi.

Hal pertama yang saya lakukan ketika di sana adalah berfoto-foto di depan bola dunia raksasa di depan gerbang. Setelah itu, berlanjut ke kawasan pertama: Hollywood — yang tentu saja lengkap dengan tulisan “Hollywood” berwarna putih. Saat menyusuri kawasan ini, berbagai suvenir yang imut dan keren sangat menggoda. Sayangnya, super mahal!


Bola Universal yang akan menyambut pengunjung. Foto: Syanne Susita

Sepanjang jalan disulap menyerupai Hollywood Boulevard di LA, lengkap dengan lampu jalan klasik, pohon-pohon palem dan jalan setapak penuh bintang “Walk of Fame”. Ada juga replika Pantages Theater.

Tidak sampai seratus meter, suasana jalan sudah berubah, sebagai pertanda pengunjung memasuki kawasan New York. Musik, lampu dan desain bangunan pun berganti. Kali ini warna bangunan lebih gelap. Terdengar alunan musik jazz dan terkadang, asap mengepul dari bawah.

Di sebelah kiri jalan, terdapat gedung bernama LIGHTS! CAMERA! ACTION!. Di dalamnya, kita bisa menyaksikan jalannya produksi sebuah film — lengkap dengan adegan dramatis dan efek khusus. Bagi saya, gedung ini sangat keren bagi para peminat film karena menghibur sekaligus bahan referensi yang bagus. Apalagi, Steven Spielberg yang jadi pemandunya.

Atraksi terbesar di kawasan Sci-Fi adalah Battlestar Galactica. Ini adalah dua roller coaster yang memiliki rute berlawanan arah. Kita bisa memilih naik kereta Battlestar Human atau Cyclon. Di titik tertinggi rel, dua roller coster ini akan saling berhadapan seolah-olah akan bertabrakan meski cuma beberapa detik. Sangat mendebarkan jantung.


Salah satu rollercoaster di Universal Studios, Singapura. Foto: AP/Wong Maye-E

Selain Battlestar, Universal Studios menawarkan banyak pilihan roller coaster di kawasan lain misalnya Ancient Egypt. Roller coaster di kawasan yang dekorasinya mengundang decak kagum ini bernama Revenge of the Mummy. Pengunjung diajak berputar-putar di ruang super gelap sehingga tidak tahu kejutan apa yang akan muncul di depan mata. Mirip permainan Space Mountain di Disneyland Hong Kong.

Jika sudah lelah, kita bisa mengaso sebentar di pusat makanan Discovery di kawasan Lost World. Dengan patung dua dinosaurus beserta beberapa telur di antara air mancur, makan siang di sini terasa seperti makan siang di sarang dinosaurus.

Sama halnya seperti di Dunia Fantasi atau taman hiburan di negara lain, harga makanan dan minumannya pun mahal, sekitar S$10. Tapi berhubung perut super keroncongan, saya lupa berhitung dan langsung memesan.

Permainan di kawasan Lost World terbagi dua, yakni di taman Jurassic Park dan Water World. Anda bisa mencoba Canopy Flyer (yang mirip Ontang-Anting di Dunia Fantasi) dan berputar mengelilingi kawasan Lost World.


Kawasan Mesir Kuno di Universal Studios, Singapura. Foto: Syanne Susita

Ada pula Dino-Soarin, Jurassic Park Rapids Adventure dan WaterWorld. Semua gratis. Tetapi jika ingin panjat tebing di Amber Rock Climb, Anda harus membayar biaya tambahan S$ 10.

Jika tidak mau berbasah-basah, Anda sebaiknya menghindari permainan Jurassic Park Rapids Adventure dan sebagai gantinya, menonton atraksi stunt seru di WaterWorld. Diadakan tiga kali sehari (12.00, 14.00, 16.30 waktu setempat), atraksi ini menampilkan adegan-adegan berbahaya yang seolah menyerap kita dalam kobaran api dan tumpahan air.

Sementara itu, di kawasan paling populer Far Far Away, kita bisa mengejar pertunjukan Donkey Live di istana Shrek, serta film Shrek 4D Adventure. Berbeda dengan kawasan lainnya, dua atraksi di kawasan Far Far Away ini tidak berbentuk permainan yang membutuhkan energi ekstra. Kita hanya tinggal duduk dan menonton di ruang berpendingin udara. Tempat lain untuk mengaso sejenak.


Foto bersama Puss in Boots di Universal Studios. Foto: Syanne Susita.

Kawasan terakhir yang saya kunjungi adalah Madagascar, tempat rumah Shrek. Atraksi di kawasan ini lagi-lagi roller coaster — yang bernama Enchanted Airways. Bedanya, roller coaster yang ini tidak bikin jantung berdebar.

Satu hal yang wajib dilakukan saat Anda berkunjung ke Universal Studios Singapura adalah berfoto bareng karakter-karakter film seperti Puss In Boots, empat karakter di Madagascar — Alex, Marty, Melman dan Gloria — dan karakter paling culun tapi super kawaii Kungfu Panda.

Dan tentunya, sebelum pulang, sempatkanlah berkeliling toko cendera mata yang imut dan keren di kawasan Hollywood untuk mencari oleh-oleh.

Credit : Yahoo

100 Jam Demi Sepasang Selop

Oleh Lester V. Ledesma

Seorang perajin asal Singapura menekuni seni “kasut manek” yang hampir mati dan menjelaskan kenapa butuh waktu sangat lama untuk memproduksi sepasang selop manik tradisional. 


Di bawah redupnya cahaya sebuah lampu, Robert Sng menjahitkan manik-manik kaca mungil ke kanvas.

Perajin berusia 61 tahun itu tampak tersenyum puas. Ia duduk di atas meja tua, jari-jari tangannya memegang-megang potongan kain kanvas yang dihiasi manik-manik warna-warni.

“Ini proses yang sangat sangat lambat,” katanya sambil menusukkan jarum ke kain, “Anda hanya bisa menyelesaikannya jika Anda menikmati pekerjaan ini.”

Saat ia menarik benang, pecahan kecil kaca pun “mengambil tempatnya” di tengah pola rumit berbentuk bunga dan burung.

Meski ukuran desain ini tak lebih dari permukaan tangannya, ia sudah menghabiskan tiga minggu untuk mengerjakannya.


Perlu kesabaran tanpa batas dan tangan yang tak mudah gemetar untuk menyelesaikan rancangan manik-manik ini. 

“Sekali bekerja, saya berkonsentrasi pada tiga baris manik, itu berarti dua jam sekali duduk,” kata Sng. “Jika saya duduk lebih lama, mata saya akan lelah dan otot leher mulai sakit.” 

Setidaknya butuh satu minggu lagi sampai karya besar ini selesai. Sesudahnya, Sng akan membawa hasil kerjanya ke perajin sepatu yang akan membuat suatu produk akhir: selop manik tradisional atau kasut manek.

Beberapa dekade lalu, kasut manek ini adalah alas kaki pilihan di kalangan peranakan Melayu-Cina di Singapura dan Malaysia. 

Dengan pola-pola rumit, alas kaki ini akan melengkapi gaya pakaian sekaligus menaikkan status sosial pemakainya yang biasanya adalah orang kaya. Sejak 1930-an sampai pertengahan abad lalu, kerajinan menghias selop manik adalah cara menghabiskan waktu dan kemampuan yang harus dimiliki oleh wanita. 


Jika Cinderella punya sepatu kaca, maka para nonya punya sepasang selop manik jahitan tangan.

Kasut manek begitu populer sampai-sampai perempuan Peranakan — atau para nonya — memiliki satu pasang kasut yang cocok untuk setiap acara dan kesempatan.

Sayangnya, seiring zaman berlalu, gaya hidup yang sibuk tak menyisakan waktu untuk aktivitas semacam ini. Sekarang, membuat selop manik adalah hobi yang cukup aneh di antara sedikit orang Singapura.

Sng memang bukan keturunan peranakan, tapi melihat tetangganya yang sudah tua membuat selop manik ini adalah ingatan masa kecilnya yang paling kuat.

Hobi ini ia jalani saat berkarir sebagai pramugara. Setelah pensiun, ia melanjutkan membuat karya-karya seni ini di toko suvenir antiknya. Meski sepasang kasut manek selalu berharga tinggi, Sng tak menghasilkan banyak uang dari hobi ini.


Sng menunjukkan karya yang sedang ia kerjakan ke turis-turis asing di tokonya.

“Selop-selop saya harganya antara S$ 700-900 tergantung desainnya. Terdengar sangat mahal, tapi butuh 100 jam untuk menyelesaikan sepasang selop,” kata Sng.

Dalam tiga bulan terakhir, ia hanya berhasil menjual sepasang selop.

“Anak-anak muda sekarang lebih memilih belanja tas kulit bermerek,” ujar dia. Maka itu, Sng harus mengisi tokonya dengan barang-barang lain yang lebih mudah terjual.

Walaupun sedikit permintaan, Sng tetap berniat untuk menekuni selop-selop ini selama ia menikmatinya.

“Betul-betul tidak ada keuntungan dari mengerjakan ini,” Sng mengakui. “Buat saya ini sekadar aktivitas pensiunan. Sesuatu yang saya cintai dan pembuka percakapan,” katanya menambahkan.

“Turis-turis datang ke toko saya dan menanyakan apa yang saya kerjakan -- sebuah kesempatan buat saya untuk menunjukkan sedikit budaya kami ke mereka.”

Little Shophouse
Bussorah Street 43, Kampong Glam, +65 6295 2328



Credit : Yahoo

Lima Restoran Bersejarah di Singapura

Kari dari India Utara, sup borsch yang mengenyangkan, pasta dengan tinta cumi… Berikut ini lima restoran yang membuktikan bahwa mereka bisa bertahan tanpa harus mengikuti tren.

Oleh Eve Ang

Para penikmat makanan di Singapura sering dimanjakan dengan berbagai tren terbaru dalam makanan. Tapi beberapa restoran memilih bertahan dengan kekhasan mereka. Meski tak selalu menguntungkan, tetap saja restoran-restoran ini menyajikan hidangan spesial bagi para pelanggan yang kini sudah beranak-cucu. 

Beberapa tempat, seperti Shashlik dan Pete's Place mempertahankan tampilan interior mereka, sementara Gordon Grill dan Ristorante Bologna menambah menu baru dan memperbarui interior demi mengikuti perkembangan zaman.

Shashlik



Tak ada tempat lain di Singapura selain Shashlik yang menyajikan sup borsch gurih.

Sejarahnya: Restoran Rusia pertama di Singapura, Troika, buka di Bras Basah pada 1943. Restoran ini kemudian pindah ke Liat Towers pada 1967. Ketika Troika tutup pada 1986, beberapa bekas staf restoran tersebut — kebanyakan asal Hainan — berkumpul dan mendirikan Shashlik di Far East Shopping Centre. Sekarang, dapur Shashlik sudah dipimpin koki generasi keenam.

Alasan tempat ini masih disukai: "Meski sudah berumur 25 tahun, Shashlik terus menyajikan sup borsch yang autentik. Sajian penutup mulut Baked Alaska mereka juga disajikan dengan atraksi api, langsung di depan Anda," kata Anthony Ang, seorang pekerja TI yang teratur makan di tempat itu.

"Dan pastinya, salah satu pemilik Shashlik, Paman Tan yang berusia 81 tahun masih turun sendiri dan mengawasi restoran."

Menu pilihan: Semangkuk sup borsch dengan sesendok krim kocok di atasnya, diikuti dengan hidangan Fish En Papillotte yang lembut. Untuk nostalgia, tutup hidangan dengan Baked Alaska.

Orchard Road 545, #06-19 Far East Shopping Centre; +65 6732 6401

Gordon Grill



Awali dengan carpaccio daging wagyu yang lezat.

Sejarahnya: Restoran grill pertama di Singapura buka pada 1963 dengan nama Gordon Room di Goodwood Park Hotel. Inilah restoran pertama yang menawarkan daging sapi Black Angus.

Pada 1965, restoran ini kemudian pindah ke lokasi yang sekarang dan berganti nama jadi Gordon Grill. Pada 2004, Gordon Grill direnovasi besar-besaran untuk membawa nuansa kontemporer pada interiornya lewat warna-warna netral.

Alasan tempat ini masih disukai: Sekitar 70 persen pengunjung ingin menikmati potongan daging istimewa dari koki Gan Swee Lai, yang sudah bekerja di sini selama 10 tahun.

"Salah satu godaan besar di restoran ini adalah kereta daging, berbagai potongan steak premium akan diperlihatkan ke para tamu, dipotong lalu ditimbang di meja tamu," kata Patricia Law, 43, yang sudah makan di Gordon Grill sejak masih kecil.

"Kereta dorongan daging di sini sangat unik, dan dipakai sejak akhir 1970-an."

Menu pilihan: Pilih potongan daging paling populer dari kereta dorongan seperti wagyu USDA Gold Grade Snake River Farm atau US Black Angus. Makan malam six-course (s$108), yang terdiri dari enam tahapan, adalah demonstrasi yang mewakili kemampuan memasak Chef Gan dalam memasak daging dan bukan daging.

Scotts Road 22; +65 6730 1744

Restaurant Bologna



Pasta tinta cumi khas restoran Bologna.

Sejarahnya: Restoran Bologna mengkhususkan pada fine dining masakan Italia. Restoran ini berdiri pada 1987, bersamaan dengan pembuatan hotel Marina Mandarin. Pada 2005, Bologna direnovasi, berbarengan dengan hotel.

Alasan tempat ini masih disukai: Setelah renovasi pada 2005, restoran Bologna tampil sebagai restoran berinterior modern dan terbuka, penuh dengan jendela kaca dan bar yang berisi minuman lengkap.

Dengan interior yang baru, restoran ini tak terlihat seperti berusia 24 tahun. Tetapi menu mereka masih tetap menyajikan hidangan Italia klasik karya koki Carlo Marengon. Mereka memakai rempah dedaunan segar, yang dipetik langsung dari kebun rempah di dekat restoran.

Menu pilihan: Awali dengan capresse dengan daun basil dan minyak zaitun murni, lanjutkan dengan udang (scampi) bakar yang diimpor langsung dari Italia, ikan cod serta kerang mussel. Hidangan berikutnya adalah Tortelli Porcini. Tutup makan malam dengan tiramisu yang dibuat langsung.

Raffles Blvd. 6, 4/F Marina Mandarin; +65 6845 1111

Pete's Place



Terletak di Grand Hyatt Singapura, Pete's Place adalah salah satu harta karun sajian kuliner di Singapura.

Sejarahnya: Tembok bata merah, taplak meja kotak-kotak merah dan lantai ubin merah adalah tampilan awal Pete's Place ketika baru buka di basement Grand Hyatt.

Kini, Pete's Place tetap mempertahankan suasana yang sama seperti saat buka pada 1971. Buffet sup dan saladnya tetap menjadi favorit, terutama minestrone dan sup jamur.

Alfa Lu, “kapten” yang bergabung ke Pete's Place pada 1973, merasa restoran ini "seolah terperangkap dalam mesin waktu yang indah."

Alasan tempat ini masih disukai: "Kualitas makanan tempat ini selalu terjaga baik dan para stafnya seperti teman lama saya," kata GM Lau, pelanggan yang sudah datang ke tempat ini selama 30 tahun. "Anak-anak saya seperti tumbuh besar dengan restoran ini."

Menu pilihan: Awali dengan buffet sup dan salad sebelum berlanjut ke pasta segar khas buatan mereka seperti Spaghetti Cioppino dengan udang dan kerang, dan lobster bercangkang di atasnya.

Scotts Road 10-12, Grand Hyatt Hotel; +65 6416 7113

Tiffin Room



Kari yang disajikan dengan elegan di Tiffin Room. 

Sejarahnya: Awalnya pada 1890-an, kakak beradik Sarkies (pendiri Hotel Raffles) membuat restoran kari bernama Tiffin. Tapi baru pada 1899 restoran yang menyajikan menu kari ini pindah ke Hotel Raffles. Pada 1976, restoran ini resmi bernama Tiffin Room, tapi buffet kari India Utara baru berjalan setelah Hotel Raffles diperbarui pada 1989.

Alasan tempat ini masih disukai: Dengan koki asal India, Kuldeep Negi, dan ahli anggur Dheeraj Bhatia yang mengurusi daftar panjang wine, Tiffin Room cukup layak menjadi restoran India terbaik di Singapura.

Menu pilihan: Papadum dengan cabai, celupan yoghurt berkrim dan asam, udang ala Goa dengan kari santan dan asam jawa, ayam mentega dan makanan penutup vermicelli “kuah” susu.

Pilihan lain yang lebih mewah (seperti maharaja India dalam masa penjajahan Inggris) adalah naanbertabur bawang putih dengan kari domba cincang serta raan (domba panggang bumbu tandoor) dengan saus mint disajikan oleh staf pelayan berjaket putih.

Beach Road 1, Raffles Hotel; +65 6412 1816



Credit : Yahoo